ISBN | 9789795927808 |
Halaman | 300 |
Dimensi (cm) | 13,5 x 20,5 |
Berat (gram) | 273 |
Harga | Rp 65.000 |
Sampul | Soft Cover |
Suatu saat, Fudhail bin Iyadh berkata kepada Ibnu Mubarak, “wahai Mubarak, engkau suruh kammi hidup zuhud dan sederhana, tapi kami melihatmu berbisnis, engkau selalu membawa barang dagangan dari Khurasan ke Tanah Suci? Ibnu Mubarak menjawab, “ Innama af’alu dza, liashuna wajhi, wa asta’inu bihi ala tha’ati rabbii, saya melakukan semua ini untuk menmjaga kehormatanku, keuntungan yang kudapat, seabagai wasilah taat kepada Rabbku.” (Tarikh Baghdad, Al-Khatib Al-Baghdadi,11/388)
Kehormatan diri dan wasilah taat kepada Allah adalah alasan yang kuat dan tepat untuk membangun ekonomi umat. Kehormatan diri agar tidak didikte orang-orang kuat, penguasa dan elit untuk kepentingan sesaat. Wasilah taat kepada Allah, karena memang harta itu sejaatinya menjadi penghantar memnuju keridhaan Allah.
Sejarah islam membuktikan bahwa berdagang adalah pilihan sadar bagi sebagian tokoh islam ternama sehingga ekonomi mereka menjadi kuat di masanya. Khalifah yang empat, Abdu Rahman bin Auf, Abu Thalhah, Zubaidah bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqash, Thalhah bin Ubaidillah adalah orang-orang kaya di masanya. Bahkan Imam Ibnu Hanifah, pengusaha garmen yang sukses sekaligus pakar fikih. Dan ada satu fakta menarik bahwa sebagian nama-nama di atas adalah orang-orang yang mendapat jaminan surga.
Karena memang penting antara religius dan kesejahteraan menyatu dalam waktu yang sama. Ahli sejarah menyebut puncak kejayaan umat islamberada pada khalifah Umar bin Abdul Aziz. Salah satu indikasinya adalah kekuatan ekonominya, konon orang-orang kaya kesulitan mencari orang miskin. Sebagai ilustrasi,tema diskusi saat mereka bertemu, “Anda semalam shalat tahajjud berapa rakaat? Kemarin infaq berapa? Hari ini shalat dhuha dimana? Dst. Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah orang yang terhormat dan kaya tapi beliau juga orang yang paling banyak menangis . kira-kira begitulah ketika keshalehan dan kesejahteraan menyatu.
Setelah peristiwa aksi umat islam pada 2 Desember 2016, (aksi 212), yang dihadiri jutaan peserta telah mengisnpirasi ulama dan umat untuk membangkitkan perekonomian umat yang semakin terpuruk. Daripada membahas tema-tema yang masih dalam tataran imajinasi yang sulit dijangkau, yang jauh lenih riil dan mendesak. Kita belajar dari kekuatan Cina yang berusaha menguasai ekonomim dan hari-hari ini mereka ‘terlihat enteng’ mengusai politik, dll.
Buku ‘jihad ekonomi’ ini, hadir dalam revisi baru yang sebelumnya sudha pernah terbit dengan judul “ bisnis satu cabang jihad.” Penulis mengajak kita untuk membangun niat memajukan ekonomi islam yang berbasis masyarakat dan keumatan. Sebab jika ekonomi kuat, dismaping kita telah mengamalkan Al-Qur’an, melanjutkan tradisi orang shaleh, lebih dari itu, kita telah berupaya menjaga harga diri sebagai umat dan melaksanakan satu cabang jihad dalam islam, yaitu jihad Ekonomi. Semoga kehadiran buku ini akank banyak melahirkan pengusaha-pengusaha dan pelaku ekonomi yang handal untuk kemakmuran dan kebangkitan islam. Allahu Akbar.